Gajah sebagai mamalia darat terbesar di dunia kerap disimbolkan sebagai binatang yang besar dan kuat dengan telinga lebar, kaki besar dan kuat, juga mata kecil dan belalai serta gadingnya. Gajah dijadikan sebagai lambang kepandaian, kesetiaan, karakter kepemimpinan dan kedisiplinan. Akan tetapi simbol – simbol tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Dibalik semua simbol bagus terhadap gajah, keberadaannya saat ini terancam punah sehingga gajah sudah dimasukkan sebagai hewan langka. Dua jenis gajah yang ada di dunia adalah Gajah Asia dan Gajah Afrika. Sub spesies dari Gejah Asia adalah Gajah India, Gajah Srilanka, Gajah Kalimantan, dan Gajah Sumatera.
Gajah Sumatera atau Elephas Maximus Sumatranus merupakan subspesies gajah Indonesia, beratnya bisa mencapai 6 ton dengan tinggi 3,5 meter. Spesies gajah ini terancam punah secara kritis. Keberadaan gajah Sumatera terancam karena kehilangan habitat alaminya di hutan yang disebabkan oleh pembukaan lahan juga perburuan serta perdagangan bagian – bagian tubuh gajah seperti manfaat gading gajah masih marak dilakukan sebagaimana perburuan akan manfaat cula badak. Selain itu, konflik dengan manusia juga kerap menjadikan gajah sebagai korban karena anggapan gajah merupakan hama sehingga kerap dibunuh oleh manusia. Pohon sawit muda adalah makanan kesukaan gajah, karena itu umumnya gajah dibunuh dengan racun atau ditangkap agar tidak memakan pohon sawit muda.
Manusia yang tidak menyadari kegunaan gajah bagi alam seringnya bertindak kejam dan sewenang – wenang, padahal hewan juga memiliki hak hidup yang sama seperti manusia. Gajah memiliki manfaat bagi alam yang juga akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Pembantaian gajah Sumatera beresiko membuat alam kehilangan manfaat gajah Sumatera seperti berikut ini: [AdSense-B]
Terancamnya Populasi Gajah Sumatera
Sayangnya manfaat gajah Sumatera terancam tidak lama lagi dirasakan oleh manusia dan alam, karena jumlahnya terus menyusut dari waktu ke waktu. Berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2007, gajah Sumatera hanya tersisa 2000 hingga 2700 ekor di alam liar tetapi diperkirakan terus menyusut karena berbagai pembunuhan yang terjadi. Sekitar 65 persen populasi gajah musnah karena dibunuh oleh manusia, dan 30 persen kemungkinan dengan cara diracun. Sekitar 83 persen habitat gajah Sumatera sudah berubah fungsi menjadi wilayah perkebunan akibat perambahan manusia yang agresif. Menurut data World Wildlife Fund (WWF), gajah kebanggaan Lampung itu bahkan kurang dari satu dekade telah dibunuh sebanyak 129 ekor di Sumatera terutama di Propinsi Riau.
Sebanyak 59 persen kematian gajah Sumatera karena diracun, 13 persen diduga diracun dan 5 persen karena senjata api. Posisi sebaran gajah Sumatera pun tidak hanya berada di kawasan konservasi, namun sebanyak 90 persen habitat gajah Sumatera berada di kawasan konsesi perusahaan atau menjadi binaan masyarakat. Keegoisan dan keserakahan telah mendorong manusia tidak memiliki rasa perikemanusiaan dan tidak memikirkan belas kasihan kepada gajah yang sejatinya hanya berusaha bertahan hidup ketika habitatnya dirampas manusia. Banyak masyarakat yang sama sekali tidak memahami bahwa melindungi gajah sebenarnya sama saja dengan melindungi kehidupan manusia itu sendiri dari ketidak seimbangan ekosistem. Jika demikian, pembantaian terhadap gajah sama saja mengundang bahaya bagi manusia karena kehilangan manfaat hewan bagi manusia dan manfaat hewan bagi tumbuhan.