Contoh Kasus Media Sosial di Indonesia
Dampak perubahan perilaku masyarakat ini dapat kita pelajari selama musim kampanye pilpres 2014 tahun lalu. Saat itu selama sebulan terakhir kampanye hitam terjadi, yang dilancarkan oleh kedua kubu calon presiden terutama di media sosial. Bahkan para pendukung capres kala itu, tidak segan-segansaling menyerang pendukung lain dengan penghinaan yang tidak beretika. Situasi ini tentu berbeda jauh dengan karakter bangsa kita yang dikenal sebagai bangsa paling toleran di mata dunia.
Pada kasus diatas, terlihat bagaimana kurangnya pemahaman sosiologi berkaitan dengan media sosial baru-baru ini. Manfaat mempelajari ilmu sosiologi ini sangat luas, termasuk dalam penggunaan media sosial seperti berikut :
1. Menghargai Perbedaan Pendapat
Media sosial sebagai sarana menyampaikan berbagai informasi faktual saat ini fungsinya bisa bermacam-macam. Untuk seseorang yang mengerti manfaat ilmu sosiologi, mereka akan terbuka dengan perbedaan ide, dukungan dan pendapat. Perdebatan mereka bukan lagi soal ejek-mengejek atau menghina, namun membahas kekurangan subjek pembicaraan berdasarkan fakta dan data namun dengan opini rasioanal juga mencerdaskan.
Contoh Kasus :
Contoh perdebatan sehat seperti ini bisa kita saksikan pada debat kandidat calon presiden Amerika Serikat Barrack Obama dan Hillary Clinton atau dari film-film asal negara Inggris. Perdebatan yang elegan menunjukkan tingkatan peradaban seseorang dalam bermasyarakat.
2. Menghargai Perbedaan Pendapat Lawan Bicara
Dalam mengeluarkan pernyataan di media sosial seseorang yang mengerti ilmu sosiologi mudah menerima kritikan. Sebaliknya, jika ada yang berbeda pendapat, orang ini akan menyampaikan ide dan pemahamannya secara logis dan masuk akal. Orang seperti ini lebih mengutamakan menambah sudut pandang baru, bukan perselisihan dan caci maki di media sosial.
3. Berfikiran Terbuka
Manfaat mempelajari ilmu sosiologi terkait bidang media sosial, adalah merespon lawan dengan pikiran dan ide cemerlang. Senang membuka pikiran dengan lebih banyak mendengar dari orang disekitarnya. Ilmu sosiologi juga membantu seseorang lebih mudah menerima perbedaan pendapat juga sudut pandang tentang cara hidup masing-masing orang.
4. Senang Berdialog
Pada umumnya, orang yang paham ilmu sosiologi sangat senang berdialog apalagi berdiskusi. Bagi seseorang yang mendapatkan manfaat mempelajari ilmu sosiologi, dialog adalah cara untuk mengasah ketajaman berfikir analitik. Sehingga dapat melatih mental, dalam menanggapi perbedaan pendapat.
5. Rasional Tanggapi Fakta bukan Isu
Terbiasa melakukan diskusi seperti dialog terbuka di media sosial, akan membuat seseorang tidak mudah terpancing dengan isu. Mereka akan mengutamakan fakta, dan mencari berbagai referensi sebelum percaya pada satu permasalahan. Cara ini dilakukan untuk membatasi dan menjaga sikapnya di media sosial agar tidak merugikan orang lain.
6. Peka di Ruang Publik
Fenomena tongsis (tongkat narsis-selfie) di ruang publik mengakibatkan lemahnya sensitivitas seseorang dengan keadaan disekitarnya. Remaja yang lebih sering menggunakan tongsis tidak tahu cara menghargai kegiatan orang disekelilingnya. Hal tersebut dikarenakan, penggunaan tongsis ini dapat menghalangi pergerakan atau mengganggu mood orang-orang yang ingin menikmati ruang publik secara utuh. Tidak diganggu cahaya kamera (blitz) atau sekadar diminta bergeser.
7. Lebih Santun saat Mengeluarkan Pendapat
Dalam menyampaikan gagasan di media sosial, tentu mereka lebih santun dan berusaha tidak menyinggung pihak manapun. Mereka bertanggung jawab terhadap segala perkataan dan pernyataan di media sosial. Biasanya mereka lebih senang membahas isu secara global, dan tidak suka mengumbar masalah pribadi di media sosial.
8. Lebih Berbudaya
Pada film-film yang mengambil tempat di Eropa atau Inggris misalnya, mereka sangat menunjukkan peradaban mereka dari cara bertutur dan sapaan sehari-hari. Bahkan sekadar mengajak lawan jenis untuk berdansa, mereka menggunakan komunikasi yang sangat baik, dan menghargai lawan jenisnya.
Contoh Kasus :
Melalui video debat capres Amerika Serikat yang mempertemukan Barrack Obama dan Hillary Clinton dapat kita saksikan bahwa perdebatan mereka untuk menarik perhatian warga Amerika sangat elegan dan mencerdaskan publik Amerika. Begitu juga dengan cara warga Amerika Serikat menyampaikan pendapatnya di publik terkait perbedaan dukungan.
Misalnya mengapa warga AS memilih Obama karena kebijakan agresi militer presiden Bush ke Irak dinilai salah sasaran. Namun mereka sama sekali tidak berdebat soal bentuk dan kekurangan fisik seperti perdebatan capres di Indonesia.
9. Mengabaikan Debat Kusir
Mereka tidak suka berdebat untuk hal yang tidak ada ujung pangkalnya, apalagi di media sosial. Mereka menghindari topik sensitif seperti rasis pada suku dan keyakinan/agama. Debat seputar agama hanya menghabiskan waktu terlalu banyak dan tidak ada penyelesaian di dalamnya.
Debat soal politik akan dipertimbangkan dengan baik, misalnya penyampaian fakta dan argumen yang memiliki landsan teori, referensi lebih banyak. Dapat dipastikan seseorang yang mengerti fungsi sosialnya di media sosial akan mempertimbangkan dengan matag setiap perkataan, tidak asal berkomentar di media sosial.
10. Jadi Panutan Rekan dan Lawan
Penguasaan diri yang baik dan kesantunan kata-kata akan memudahkan orang diterima baik disemua kalangan baik rekan maupun lawan. Orang yang memiliki empati sosial yang baik sangat pandai menjaga harmonisasi perbedaan pendapat, sehingga kata-katanya selalu menentramkan berbagai pihak. Kemampuan sosialnya membantunya bergaul di lingkungan manapun dan berbagai lapisan masyarakat.
Menyadari fungsi dan peran sosial kita yang sangat besar mempengaruhi lingkungan maka empati sosial perlu kita kembangkan. Teori sosiologi saat ini telah berkembang sesuai dengan perubahan perilaku masyarakat karena teknologi sehingga pendekatan yang kita butuhkan adalah pendekatan sosial pada media sosial.
Manfaat Sosiologi Sebagai Alat Kontrol Media Sosial
Perkembangan zaman dan teknologi memicu perubahan sosial di masyarakat, seperti kehidupan sosial yang lebih tertutup dan kurangnya empati dalam kerukukan bermasyarkat. Masalah lain yang timbul dari perilaku masyarakat hari ini adalah rasa tenggang rasa dan menghargai perbedaan agama, pendapat hingga sudut pandang.
Ambisi dan misi seseorang saat ini semakin jelas dan nyata ditunjukkan dalam media sosial. Alasannya, seseorang tidak pernah bertemu secara langsung sehingga ada kemudahan untuk menyebarkan fitnah, penghinaan dan fitnah membabi buta sangat mudah dilakukan. Gejala lain dari pengaruh teknologi dan pemanfaatan media sosial adalah munculnya video ajaran radikal dan kekerasan yang dipertontonkan tanpa ada rasa tanggung jawab publik.